http://moonshadowthemusical.com.au/_dev/

Ahad, 22 November 2009

Kebersihan Adalah Sebahagian Dari Iman

Bersihkan dengan segala apa yang kamu bisa, karena Allah telah mendirikan Islam ini di atas kebersihan, dan tidak akan masuk syurga melainkan orang-orang yang bersih. Kebersihan itu mengajak kepada iman. Sesungguhnya Allah itu bersih, ia suka akan kebersihan, maka bersihkanlah halaman-halaman kamu. Bersihlah (hiduplah dengan penuh kebersihan) karena Islam itu bersih.

Ajaran-ajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Kebersihan adalah pangkal kesehatan, dan alat utama untuk kebersihan adalah air. Bukankah demikian salah sebuah slogan ilmu kedokteran? Dengan air sgala kotoran dapat dibersihkan. Air adalah alat terbaik! Islam sudah lama telah mengatakan bahawa airlah aalat utama untuk kebersihan. Islamlah yang paling banyak menyuruh memaikai air sehingga mempelajari air dengan teliti. Islam pulalah satu-satunya agama yang mewajibkan umatnya memakai air untuk kebersihan. Baru pada abad 19 manfaat dari pembersihan tubuh secara teratur mendapat penghargaan yang selayaknya. Padahal jauh berabad-abad sebelumnya, Muhammad Shallallahu Alaihi Sallam telah tampil ke hadapan manusia dengan ajaran kebersihannya dan keteladannya, kebersihan jasmani dan rohani.

Bagaimana pendapat anda tentang seseorang seperti Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang tidak tahu membaca dan menulis, tidak terpelajar, tidak hidup di lingkungan kaum yang pandai, tidak pula di lingkungan kaum yang hidup bersih, dan tidak bergaul dengan orang-orang yang ahli dalam urusan medis, kebersihan, dan tata aturan kesehatan, tetapi senantiasa menggosok giginya sehingga giginya putih laksana mutiara, selalu berkumur-kumur dan membersihkan gigi dan sisa-sisa makanan setiap selesai makan dan menggosok gigi sebelum shalat dan pekerjaan-pekerjaan lain, baik di waktu pagi maupun di waktu siang, petang dan malam hari? Insan ummi yang tidak pernah membaca buku karangan bakteriolog Prof Dr Plinius, yang menyebutkan di dalamnya bahawa pada bekas air cuci mulut terdapat tidak kurang dari 40 milyar bibit penyakit dari berbagai macam, misalnya seperti vibro, spiril, coccus, diploccus, steptococcus, staphylococcus, protozoa, spirochaeta, virus dan lain-lain, tetapi tidak pernah meninggalkan gosok gigi sehingga sempat berkata kepada sahabatnya, "Setiap Jibril datang menemuiku, ditanyakannya apakah aku telah menggosok gigiku, sehingga aku khuatir kalau-kalau gigiku menjadi rontok." Seorang yang tidak pernah belajar banyak sekali penyakit yang dapat melewati selaput lendir mulut dan hidung, tetapi menilai dan menghargai sikat gigi itu sedemikian tingginya sehingga dalam keadaan bagaimanapun ia tidak pernah melalaikan untuk mempergunakannya, bahkan pada saat terakhir dari kehidupannya, ia masih sempat menggosok giginya untuk beberapa saat, kemudian ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.

( Petikan buku "Sesungguhnya Dialah Muhammad SAW : Sebuah Novel” karya Idrus Shahab terbitan Pustaka Hidayah )

Ahad, 8 November 2009

Sesungguhnya Dialah Muhammad SAW

Membaca buku karya Idrus Shahab “ Sesungguhnya Dialah Muhammad SAW : Sebuah Novel”, yang diterbitkan oleh Pustaka Hidayah banyak hal yang menarik dan menurut saya patut untuk dijadikan rujukan bacaan kerana menceritakan peribadi Junjungan kita, Uswah kita Baginda Rasulullah Saw yang memang tidak akan pernah akan habis untuk bisa menceritakan sosok beliau yang Agung.

Disini saya cuma akan menuliskan kembali beberapa penggal cerita yang diambil dari buku ini,
mudah-mudahan dapat memberikan wawasan dan ilham untuk teman-temanku sekalian baik
yang sudah tahu maupun yang sebentar lagi tahu.

Buku ini merupakan sebuah novel yang menceritakan perjalanan seorang pemuda(penulis) ke India dan di sana penulis bertemu dengan seorang syaikh yang bernama Jamaluddin Rampoory. Dia adalah seorang ulama yang mengajar di Pesantren Miftahul ‘Ulum di daerah Lucknow India.
Pertemuan penulis dengan Syaikh membuat penulis lebih menyedari bahawa dalam diri Rasulullah SAW terdapat banyak sekali nilai luhur dan budi pekerti yang selama ini hilang kerana penulis sebelumnya tinggal di Jerman kota yang sudah metropolis dan jauh dari suasana religius.
Diskusi pertama yang dilakukan penulis terjadi ketika penulis berada di perpustakaan milik syaikh. Pada saat itu penulis membaca sebuah tulisan dr. Jamieson yang menjelaskan bahwa, mandi merupakan hal yang sangat berharga kerana tidak hanya membersihkan kulit tapi juga menguatkan kulit, menyegarkan badan, dan merangsang alat pencernaan dalam pertukaran zat….(hal 33).
Setelah itu syaikh menjelaskan bahwa sebelum orang Eropah pada abad pertengahan menyatakan bahawa mandi itu sangat penting, Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk membersihkan seluruh badan dengan air dalam hal coitus, menstruatie, dan puerperium. (hal 34). Kerana diskusi tersebut penulis mulai menyedari tentang kebenaran-kebenaran tentang Rasulullah SAW yang selama ini hilang.
Pada akhir cerita, penulis akhirnya meninggalkan India setelah belajar di sana selama satu bulan.

Buku ini jika dilihat dari judul depan akan terlihat bahwa buku ini hanyalah buku tentang kisah-kisah Rasulullah SAW dalam beribadah. Padahal buku ini merupakan sebuah cerita yang menceritakan tentang perintah dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari kita. Buku ini memang sengaja disusun dalam bentuk cerita agar mudah untuk difahami masyarakat terutama generasi muda sekarang.

Khamis, 29 Oktober 2009

If Prophet Muhammad (SAW) Visited You




*A beautiful poem read by sister Aliya Khanum who has passed on to Allah. She studied the Quran and then was teaching it. She died in a car crash on her way to teach the quran. Really inspiring words. Makes one think hard. Pray for the sister.


I wonder........................
If Prophet Muhammad( صلى الله عليه وآله وسلم)visited you
Just for a day or two,
If he came unexpectedly,
I wonder what you would do?
Oh I know you would give your nicest room,
To such an honored guest,
And you would serve him your very best.

You would be the very best,
Cause you're glad to have him there,
That serving him in your home
Would be a joy without compare.

But...when you see him coming,
Would you meet him at the door
With your arms outstretched in welcome,
To your visitor?

Or...would you have to change your clothes
before you let him in?
Or hide some magazines and put
The Quran where they had been?

Would you still watch those movies,
Or your T.V. set?
Or would you switch it off,
Before he gets upset.

Would you turn off the radio,
And hope he had not heard?
And wish that you did not utter
your last loud hasty word?

Would you hide your worldly music,
And instead take out Hadith books?
Could you let him walk right in,
Or would you rush about?

And I wonder...if the Prophet (saw) spent, a day or two with you,
Would you go on doing the things you always do?
Would you go right on and say the things You always say?
Would life for you continue
As it does from day to day?

Would your family conversations,
Keep up their usual pace?
And would you find it hard each meal,
To say a table grace?

Would you keep up each and every prayer?
Without putting on a frown?
And would you always jump up early,
For Fajr at dawn?

Would you sing the songs you always sing?
And read the book you read?
And let him know the things on which,
Your mind and spirit feed?

Would you take the Prophet with you,
Everywhere you plan to go?
Or, would you maybe change your plans,
Just for a day or so?

Would you be glad to have him meet,
Your very closest friends?
Or, would you hope they stay away,
Until his visit ends?

Would you be glad to have him stay,
Forever on and on?
Or would you sigh with great relief,
When he at last was gone?

It would be interesting to know,
The things that you would do.
If Prophet Muhammad in person came,
To spend some time with you



Religious Myspace Comments

Selasa, 15 September 2009

Yusuf Islam: Pencarian Itu Berakhir Dalam Al Qur'an

/








Cat Stevens terpesona oleh suara azan yang kali pertama didengarnya saat berlibur di Marakes, Maroko. Ketika dia bertanya tentang suara itu kepada warga setempat, dijelaskan itu sebagai musik untuk Tuhan.
”Saya hairan, musik untuk Tuhan? Saya belum pernah mendengar sebelumnya. Saya telah mendengar musik untuk wang, musik untuk ketenaran, musik untuk kekuatan personal, namun ini musik untuk Tuhan!,” ujar pria London kelahiran 21 JulI 1948 itu.
Tak disangkanya, seruan azan itu akhirnya disadari sebagai seruan baginya untuk memeluk Islam selama proses pencarian keyakinan.
Berawal dari pacarnya yang memberitahu dia memiliki mata seperti seekor kucing lantas dia mengubah nama Stephen Demetre Georgiou menjadi Cat Stevens. Karena dia senang dengan julukan pacarnya itu.
Pada usia 18 tahun, Cat Stevens merilis album pertamanya dan meledak. Dia menjadi sensasi bagi kaum remaja, menggelar tur ke Eropa. Selama karir musiknya, Cat Stevens berhasil menjual 40 juta copy album antara 1960 dan 1970-an. Lagu-lagunya yang populer seperti Morning Has Broken, Peace Train, Moonshadow, Wild World, Father and Son, Matthew and Son, Oh Very Young, dan The First Cut Is the Deepest.
Namun, ketika dia mengidap TBC kronis yang nyaris membuatnya mati, dia mempertanyakan apa yang sebenarnya dia dan musiknya cari.
”Saya terkena tuberkulosis fatal dan tiba-tiba semua lampu sorot dimatikan. Dan saya katakan: ”Hei, dimana cahaya? Dan itulah yang membuat saya untuk mencari jenis cahaya yang berbeda,” ujar Stevens.
Pengalaman sakaratul maut itu memicu ledakan kreatif dalam dirinya. Saat memulihkan diri dia menulis lebih dari 40 lagu yang menjadikan dia makin tenar sebagai pemusik.
Pada 1975, saat berenang di pantai Malibu California, sentuhan dengan kematian kembali menyingkap takdir dirinya. ”Saya berenang. Tidak ada yang memberitahu bahwa itu bukan waktu yang bagus untuk berenang,” kenangnya. ”Saya mencoba berenang ke pantai. Tiba-tiba gelombang menyeret saya,” kenangnya.
Terombang-ambing dalam ombak, Stevens amat ketakutan. Kemudian terlintas dalam pikirannya sebuah nadzar. ”Saya katakan: Tuhan, jika Engkau menyelamatkanku, saya akan bekerja untukmu. Tiba-tiba secara instingtif, ada satu kekuatan yang membantu saya.”
Kemudian ada gelombang mendorongnya ke pantai. ”Gelombang kecil, tidak terlalu besar. Namun itu adalah momen keajaiban ketika tiba-tiba gelombang berubah sesuai kehendak saya. Saya memiliki energi, saya bisa berenang kembali. Saya ada di tanah. Saya hidup. Wow, lalu apa selanjutnya?”
Sejak itu dia mengembara di belantara spiritual mencari cahaya kebenaran. Dia pun mempelajari Budhisme, Zen, I Ching, Tao, numerologi bahkan astrologi.
Suatu hari, kakaknya memberinya Al Qur'an sebagai hadiah ulang tahunnya ke-28. Kitab suci umat Islam yang baru dibeli kakaknya saat perjalanan ke Yerusalem itu diambilnya. Dia baca terjemahannya. Dia merasakan ada sesuatu yang lain.
Kemudian dia pergi ke Yerusalem tempat kakaknya membeli Al Qur'an. Dia mampir ke masjid yang dikenal sebagai Dome of Rock. Salah seorang dalam masjid itu bertanya, ”Siapa Anda?”
”Saat itulah saya bingung, lalu untuk kali pertama saya katakan, saya seorang Muslim,” ujarnya. Dia berkata begitu karena tahu Muslim berarti pasrah kepada Tuhan.
Ketika membaca Al Qur'an, dia tertarik dengan kisah Yusuf. ”Saya senang dengan surat Yusuf, surat yang pertama saya baca. Saya terpesona oleh Al Qur'an. Saya kaget dengan Al Qur'an, saya pun yakin ini bukan buatan manusia,” ujarnya.
Karena itulah kemudian dia mengganti namanya menjadi Yusuf setelah masuk Islam pada 23 Desember 1977 di puncak ketenarannya. ”Saya mencari sesuatu yang akan meresonansi arti kehidupan pada sudut apa pun Anda melihatnya,” ujarnya.
”Bagi sebagian orang, saya masuk Islam seperti lompatan luar biasa, namun bagi saya, itu adalah langkah bertahap hingga sampai di titik ini.”
Dalam wawancara dengan Rolling Stone Magazine, dia menegaskan, ”Saya telah menemukan rumah spiritual yang selama ini telah saya cari seumur hidup. Jika Anda mendengarkan musik dan lirik saya, seperti Peace Train dan On The Road to Find Out, itu dengan jelas menunjukkan hasrat saya untuk jalan spiritual yang saat itu tengah saya jalani.”
Dia menyadari dia tak bisa menyeimbangkan keyakinannya dengan karirnya. ”Yeah, ketika tiba waktunya menyeimbangkan, pengetahuan ini, penemuan ini, dengan gaya hidup saya, apakah saya harus terus bernyanyi? Maksud saya, itulah pertanyaannya,” katanya.
Pertunjukan terakhirnya adalah November 1979 di Stadium Wembley, London, dalam acara International Year of the Child yang diselenggarakan oleh UNICEF.
Saat itu dia berjalan di atas panggung sebagai Cat Stevens dengan rambut yang tercukur dan brewok tak rapi. Lantas dia pun pergi dari panggung sebagai Yusuf Islam. Setelah itu dia tidak menyentuh gitar selama lebih dari 20 tahun.
Lalu dia memenuhi nadzarnya. Dari royalti lagunya, dia mendirikan sekolah Islam pertama di London. Kemudian membantu anak-anak yatim di seluruh dunia.
Dia menikahi Fauzia Mubarak Ali pada 7 September 1979 di Masjid Regent’s Park London. Pernikahan itu istimewa karena menjadi upacara pernikahan ke-1000 di masjid tersebut. Yusuf memiliki lima anak.
Dia mendirikan yayasan kemanusiaan Small Kindness yang mulanya menolong korban kelaparan di Afrika dan sekarang membantu ribuan anak yatim dan keluarga di Balkan, Indonesia, dan Irak. Mendirikan yayasan kemanusiaan Muslim Aid.
Tantangan
Memeluk Islam bukannya tanpa benturan. Tahun itu Ayatullah Khomeini mengeluarkan satu fatwa, yang menyerukan kematian bagi penulis Inggris Salman Rushdi karena melecehkan Nabi Muhammad dalam bukunya, Ayat-ayat Setan.
Ketika ditanya pers atas fatwa itu dia berkomentar yang memicu kontroversi. ”Saya tidak pernah mendukung fatwa tersebut, namun ketika saya ditanya tentang prinsip penghinaan pada Tuhan dan hukumannya, ya seperti dikatakan Injil, kata saya, Anda tahu, ada di sana dalam Al Qur'an. Dan saya tidak bisa menyangkal itu,” katanya.
Saat tragedi 9/11, orang curiga padanya sebagai sosok Islam yang menjadi tertuduh atas teror itu. Pada 2004 saat terbang ke Washington DC untuk acara amal dia dilarang masuk AS. ”Tiba-tiba saya dikelilingi oleh FBI dan menginterogasi,” ujarnya. ”Demi Tuhan, semua orang tahu siapa saya,” tandasnya.
Menurutnya, Tuhan mengirim para nabi dan kitab tidak untuk bertengkar. Nabi itu mengajarkan untuk hidup bersama. ”Jika kita mengabaikan ajaran-ajara itu... apa pun keyakinan Anda, maka saya fikir kita akan berada dalam kekacauan yang lebih dalam lagi,” ungkapnya.
Soal kembali bernyanyi dia bercerita,”Satu titik balik yang besar terjadi ketika putra saya membawa ke rumah sebuah gitar,” ujarnya. ”Anda tahu, saya telah meninggalkan gitar itu saat acara amal 1979. Saya benar-benar tak menyentuh instrumen tersebut. Jadi suatu hari ketika semua orang tertidur dan tidak ada yang menyaksikan, saya ambil gitar itu dan ternyata saya masih tahu dimana saya harus meletakkan jari-jari saya. Hasil dari musik ini, saya katakan, mungkin saya punya pekerjaan lain untuk dilakukan.”
Kemudian dia merilis An Other Cup setelah 20 tahun dia mengakhiri karir musiknya.
”Anda tahu, cangkir itu harus diisi, Anda tahu, dengan apa pun yang ingin anda isikan,” ujarnya. ”Bagi mereka yang mencari Cat Stevens, mereka mungkin akan menemukannya dalam rekaman ini. Jika anda ingin menemukan Yusuf, pergilah lebih jauh lagi, Anda akan menemukannya,” ujarnya. (suaramedia)

Selasa, 8 September 2009

Welcome to Ramadan

Welcome to Ramadan, the month of mercy.
Sit yourself calm and witness the beauty.
Feel the pure breeze under the shade of palm trees,
Forgiveness - even if sins stretch seven seas.

The month of reflecting on the life we’ve spent
And how it healed after every dent.
The time to realize your true objective
And to live Islam fully and not selective.

The time to appreciate the food and drink.
To unite rich and poor and provide the link.
The month of the struggle to grasp your soul,
For the next eleven months, in full control.

This is the time when the gates of hell are shut.
The devil is locked up and his work is cut.
The doors of mercy are opened up wide
And Allah’s blessings are always on your side

This is the month when the Qur’an was revealed,
The last revelation – the door had been sealed.
A true guidance for the whole of mankind,
No better words elsewhere will we ever find.

This is the month in which falls the Night of Power,
‘Better than a thousand months*’, the blessings shower.
The angels descend on us so that they may see
The faces of believers in tranquility.

Don’t ignore this Ramadan; it could be your last.
Strive to obtain Allah’s pleasure and hold your fast.
Tomorrow could be your final day, be prepared.
Seize today by the neck and have no chance spared.

* "And what will explain to thee what the Night of Power is?; The Night of Power is better than a thousand months." (Al-Qur`an 97:2-3)

16th October 2004 - Tahir Rashid

Jumaat, 28 Ogos 2009

Ramadan Moon




Ramadan Moon, Ramadan Moon,

Oh the people are coming and going; getting ready, to-ing and fro-ing
There’s a buzz in the world tonight; people are so excited
Daddy’s coming home soon; hoping to see the moon
Hoping to catch a sight; everyone’s so happy

Moon, Moon, come out soon
We’re out to see the Ramadan Moon
Clouds shift; fog lift! City put out your lights
We want to see the Ramadan Moon – tonight!

Now Ramadan has started; and the Moon has just been sighted
Tomorrow we all fast – every Muslim must
Now ‘Esha time is here; and it’s time to leave for prayer
The Imam is in the Mosque; the Qur’an is in his heart

Moon, Moon, come out soon
We’re off to see the Ramadan Moon
Clouds shift; fog lift! City put out your lights
We want to see the Ramadan Moon – tonight!

Moon, moon, moon,

From the early break of dawn, weI go the whole day long
Shops are full of dates – but still we have to wait
Till the sun goes down, and it’s time to break our siyyam,
The food is on the plate – ooh! It tastes so good!

Moon, Moon, come out soon
We’re off to see the Ramadan Moon
Clouds shift; fog lift! City put out your lights
We want to see the Ramadan Moon – tonight!
[image]






[image]




To Be What You Must, You Must Give Up What You Are - YUSUF
[image]
You Must Be The Change You Want To See in The World - Mahatma Gandhi


Connect with Yusuf:
To Be What You Must, You Must Give Up What You Are - YUSUF
[image]
You Must Be The Change You Want To See in The World - Mahatma Gandhi